NAMA : RAHMAT JATNIKA
NPM : 24217894
KELAS : 2EB04
MATA KULIAH : EKONOMI KOPERASI (SOFTKILL)
DOSEN : SULASTRI
MENGAPA KOPERASI DI INDONESIA SULIT BERKEMBANG?
Pada umumnya sudah kita ketahui, nyaris seluruh belahan dunia tergolong Indonesia, sudah menginjak era yang sudah tidak jarang sekali diperbincangkan,
“Era Globalisasi“. Era Globalisasi ini masuk ke Indonesia salah satunya melewati perdagangan bebas. Untuk Indonesia, era globalisasi ini urgen adanya guna membuka tertutupnya usaha, terutama untuk KOPERASI.
Saya lumayan sedih mengenai banyaknya koperasi yang gulung tikar. terutama koperasi simpan pinjam yang kesudahannya berbuntut panjang karena tidak sedikit uang nasabah yang ditabung tak dapat dikembalikan oleh pihak koperasi. Sungguh mengherankan jika koperasi yang
berazas kemandirian dan gotong royong ini justru bangkrut layaknya lembaga investasi finansial abal-abal.
Bahkan
sekian banyak gebrakan-gebrakan dan inovasi teranyar di bawah Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah
Indonesia, Anak Agung Gede Ngurah Puspayoga, masih belum menyerahkan stimulus dan pengaruh yang lumayan efektif dan signifikan. Koperasi masih saja melekat
dengan stigma ekonomi marjinal.
Berikut ialah beberapa tantangan pokok yang di hadapi oleh koperasi di Indonesia:
Bagaimana mereka dapat berpartisipasi lebih bila mengerti saja tidak tentang apa tersebut koperasi.
Hasilnya anggota koperasi tidak
mengindikasikan partisipasinya baik tersebut kontributif maupun insentif terhadap pekerjaan koperasi sendiri. Kurangnya edukasi serta pelatihan yang diserahkan oleh pengurus untuk para anggota koperasi
ditengarai menjadi hal utamanya, sebab para pengurus berpikir hal itu tidak bakal menghasilkan
manfaat untuk diri mereka pribadi.
Kegiatan koperasi yang tidak berkembang
menciptakan sumber modal menjadi terbatas. Terbatasnya usaha ini dampak kurangnya sokongan serta kontribusi dari semua anggotanya guna berpartisipasi menciptakan koperasi laksana stagnan. Oleh sebab itu, seluruh masalah berpangkal pada partisipasi anggota dalam menyokong terbentuknya koperasi yang
tangguh, dan menyerahkan manfaat untuk seluruh anggotanya, serta
masyarakat sekitar.
Tingkat partisipasi
anggota koperasi masih rendah, ini
diakibatkan sosialisasi yang
belum optimal. Masyarakat yang menjadi anggota melulu sebatas tahu koperasi itu melulu untuk melayani konsumen laksana biasa, baik guna barang
konsumsi atau pinjaman. Artinya masyarakat belum tahu hakikat dari koperasi
tersebut sendiri, baik dari sistem permodalan maupun sistem
kepemilikanya. Mereka belum tahu betul bahwa dalam koperasi konsumen pun berarti pemilik, dan mereka
berhak berpartisipasi menyumbang saran demi peradaban koperasi miliknya serta berhak memantau kinerja pengurus. Keadaan laksana ini tentu paling rentan
terhadap penyelewengan dana oleh pengurus, sebab tanpa partisipasi anggota tidak terdapat kontrol dari anggota nya sendiri terhadap pengurus.
Manajemen koperasi mesti ditunjukkan pada orientasi
strategik dan gerakan koperasi mesti
mempunyai manusia-manusia yang dapat menghimpun dan memobilisasikan sekian banyak sumber daya yang dibutuhkan untuk memanfaatkan kesempatan usaha. Oleh karena tersebut koperasi mesti teliti dalam memilih pengurus
maupun pengelola supaya badan
usaha yang didirikan bakal berkembang
dengan baik. Ketidak profesionalan manajemen koperasi tidak sedikit terjadi di koperasi koperasi yang anggota dan
pengurusnya mempunyai tingkat edukasi yang rendah. contohnya tidak sedikit terjadi pada KUD yang
nota bene di wilayah terpencil.
Banyak sekali KUD yang bangkrut sebab manajemenya tidak cukup profesional baik tersebut dalam sistem kelola
usahanya, dari sisi sumberdaya
manusianya maupun finansialnya. Banyak terjadi KUD yang melulu menjadi tempat
untuk pengurusnya yang korupsi
bakal dana pertolongan dari
pemerintah yang tidak sedikit mengucur.
Kurang berkembangnya
koperasi juga sehubungan sekali
dengan situasi modal finansial badan usaha tersebut.
Kendala modal itu dapat jadi sebab kurang adanya sokongan modal yang powerful dan dalam atau bahkan kebalikannya terlalu tergantungnya modal
dan sumber koperasi tersebut sendiri.
Jadi untuk terbit dari masalah itu harus dilaksanakan melalui terobosan struktural, maksudnya dilakukannya
restrukturasi dalam penguasaan factor produksi, terutama permodalan. Kepala Dinas Koperasi UMKM Perindustrian dan
Perdagangan Sulawesi Tengah Muhammad Hajir Hadde, SE. MM melafalkan salah satu hambatan yang dihadapi sekitar ini diantaranya manajemen dan
modal usaha. Hal tersebut dikatakannya dihadapan peserta Diklat Koperasi Simpan
Pinjam KSP dan Unit Simpan Pinjam USP yang ketika ini sedang
dilangsungkan di Palu. Bagi mengantisipasi sekian banyak hambatan dimaksud terutama manajemen Dinas Kumperindag
selaku leading sector terus berupaya mengatasinya melewati pendidikan dan pelatihan serta pemberian modal usaha.
Banyak anggota, pengurus
maupun pengelola koperasi kurang dapat mendukung
jalannya koperasi. Dengan situasi seperti
ini maka koperasi berlangsung dengan
tidak profesional dalam artian tidak dijalankan cocok dengan kaidah sebagimana usaha lainnya. Dari sisi
keanggotaan, tidak jarang kali
pendirian koperasi tersebut didasarkan
pada desakan yang dipaksakan
oleh pemerintah. Akibatnya pendirian koperasi didasarkan bukan dari bawah tetapi dari atas. Pengurus yang
dipilih dalam rapat anggota biasanya dipilih
menurut kedudukan sosial dalam
masyarakat tersebut sendiri.
Dengan demikian pengelolaan koperasi dijalankan dengan tidak cukup adanya control yang ketat dari semua anggotanya. Pengelola ynag ditunjuk oleh pengurus seringkali dipungut dari kalangan yang tidak cukup profesional. Sering kali
pengelola yang dipungut bukan
dari yang kawakan baik dari segi akademis maupun penerapan
dalam wirausaha.
Perkembangan koperasi
di Indonesia yang dibuka dari
atas namun dari bawah, artinya koperasi berkembang di indonesia bukan dari kesadaran
masyarakat, tetapi hadir dari sokongan pemerintah yang
disosialisasikan ke bawah. Berbeda dengan yang di luar negeri, koperasi
terbentuk sebab adanya kesadaran
masyarakat guna saling menolong memenuhi keperluan dan mensejahterakan yang adalah tujuan koperasi tersebut sendiri, sampai-sampai pemerintah bermukim menjadi penyokong dan pelindung saja. Di
Indonesia, pemerintah bekerja double di
samping mendukung pun harus
mensosialisasikanya dulu ke bawah
sampai-sampai rakyat menjadi
memahami akan guna dan destinasi dari koperasi.
Pemerintah terlampau memanjakan koperasi, ini pun menjadi dalil kuat kenapa koperasi
Indonesia tidak maju maju. Koperasi
tidak sedikit dibantu pemerintah lewat dana dana segar tanpa ada pemantauan terhadap pertolongan tersebut. Sifat bantuanya juga tidak mesti dikembalikan. Tentu saja ini menjadi pertolongan yang tidak mendidik, koperasi menjadi ”melunjak” dan
tidak mandiri melulu menunggu pertolongan selanjutnya dari
pemerintah. Di samping merugikan
pemerintah pertolongan seperti
ini pula bakal menjadikan
koperasi tidak bisa berlomba karena
terus terusan menjadi benalu negara. Seharusnya pemerintah mengucurkan pertolongan dengan sistem pemantauan nya yang baik, walaupun uangnya bentuknya hibah yang tidak butuh dikembalikan. Dengan demikian
akan menolong koperasi menjadi
lebih profesional, berdikari dan dapat bersaing.
Dalam makna kata demokrasi ekonomi yang tidak cukup ini dapat ditafsirkan bahwa masih ada tidak sedikit koperasi yang tidak diserahkan keleluasaan dalam
menjalankan masing-masing tindakannya.
Setiap koperasi seharusnya bisa secara
leluasa menyerahkan pelayanan
terhadap masyarakat, sebab koperasi
sangat menolong meningkatkan
tingkat kesejahteraan rakyat oleh segala jasa – jasa yang diberikan, tetapi urusan itu sangat jauh dari apa ayang anda pikirkan. Keleluasaan yang dilaksanakan oleh badan koperasi
masih paling minim, dapat diberikan contoh bahwa KUD tidak
dapat menyerahkan pinjaman
terhadap masyarakat dalam menyerahkan pinjaman, guna usaha masyarakat tersebut sendiri tanpa melewati persetujuan oleh tingkat
kecamatan dll. Oleh karena tersebut seharusnya
koperasi diserahkan sedikit
keleluasaan untuk menyerahkan pelayanan
terhadap anggotanya secara lebih mudah, tanpa kriteria yang paling sulit.
Sebenarnya, secara umum persoalan yang dihadapi koperasi bisa di kelompokan terhadap 2 masalah. Yaitu:
Sebenarnya, secara umum persoalan yang dihadapi koperasi bisa di kelompokan terhadap 2 masalah. Yaitu:
• Kebanyakan pengurus koperasi sudah lanjut usia sampai-sampai kapasitasnya terbatas;
• Pengurus koperasi pun tokoh dalam masyarakat, sampai-sampai “rangkap jabatan” ini
menimbulkan dampak bahwa konsentrasi perhatiannya terhadap
pengelolaan koperasi berkurang sehingga
tidak cukup menyadari adanya perubahan-perubahan lingkungan;
• Bahwa kecurigaan anggota koperasi menimbulkan kendala dalam memulihkannya;
• Oleh sebab terbatasnya dana maka tidak dilaksanakan usaha pemeliharaan kemudahan (mesin-mesin),
sebenarnya teknologi berkembang pesat; urusan ini menyebabkan harga
pokok yang relatif tinggi sehingga
meminimalisir kekuatan berlomba koperasi;
• Administrasi kegiatan-kegiatan
belum mengisi standar tertentu
sehingga meluangkan data untuk pemungutan keputusan tidak lengkap; begitu pula data statistis banyak sekali kurang mengisi kebutuhan;
• Kebanyakan anggota tidak cukup solidaritas guna berkoperasi di beda pihak anggota tidak sedikit berhutang untuk koperasi;
• Dengan modal usaha yang relatif
kecil maka volume usaha terbatas; akan
namun bila hendak memperbesar
volume kegiatan, kemampuan yang dipunyai tidak dapat menanggulangi usaha besar-besaran; pun karena insentif rendah
sampai-sampai orang tidak tergerak hatinya menjalankan usaha besar yang
kompleks.
• Bertambahnya kompetisi dari badan usaha yang beda yang secara bebas menginjak bidang usaha yang sedang
ditangani oleh koperasi;
• Karena dicabutnya fasilitas-fasilitas
tertentu koperasi tidak bisa lagi
menjalankan usahanya dengan baik,
contohnya usaha distribusi pupuk
yang pada waktu kemudian disalurkan
oleh koperasi melewati koperta kini tidak lagi sampai-sampai terpaksa menggali sendiri.
• Tanggapan masyarakat sendiri
terhadap koperasi; sebab kegagalan
koperasi pada masa-masa yang kemudian tanpa adanya
pertanggungjawaban untuk masyarakat
yang menimbulkan kecurigaan pada
masyarakat mengenai pengelolaan
koperasi;
• Tingkat harga yang tidak jarang kali berubah (naik)
sehingga penghasilan penjualan kini tidak bisa dimanfaatkan guna meneruskan
usaha, malah menciutkan usaha.
Persoalan-persoalan
yang dihadapi koperasi kiranya menjadi relatif lebih akut, kronis, lebih berat
oleh karena sejumlah sebab :
1. Kenyataan bahwa pengurus atau
anggota koperasi telah terbiasa
dengan sistem penjatahan sampai-sampai mereka
dahulu melulu tinggal
berproduksi, bahan mentah tersedia, pemasaran telah ada salurannya, pun
karena sifat pasar “sellers market” bersangkutan dengan pemerintah dalam mengemban politik. Sekarang sistem ekonomi tersingkap dengan ciri khas : “persaingan”. Kiranya dibutuhkan penyesuaian diri dan ini
memakan waktu lumayan lama.
2. Para anggota dan pengurus mungkin tidak cukup pengetahuan/skills dalam
manajemen. Harus terdapat minat guna memperkembangkan diri menghayati
persoalan-persoalan yang dihadapi.
3. Oleh sebab pemikiran yang sempit timbul usaha “manipulasi” tertentu, contohnya dalam urusan alokasi order/ tugas-tugas sebab kecilnya “kesempatan yang ada”
maka orang ingin untuk
memanfaatkan sesuatu guna dirinya
terlebih dahulu.
4. Pentingnya rasa kesetiaan
(loyalitas) anggota; tetapi sebab anggota berjuang secara individual (tak
percaya lagi untuk koperasi)
tidak terdapat waktu guna berkomunikasi, tidak terdapat pemberian dan penerimaan
informasi, tidak ada destinasi yang
harmonis antara anggota dan koperasi dan seterusnya, sehingga permasalahan yang dihadapi koperasi bisa menghambat pertumbuhan koperasi.
C. Saran dari Penulis
yang Sebaiknya di Implementasikan
Berikut ialah beberapa teknik yang bisa ditempuh dalam upaya memajukan koperasi di Indonesia.
GCG adalahsingkatan dari Good Corporate
Governance. GCG ialah prinsip
korporasi yang sehat yang butuh diterapkan
dalam pengelolaan perusahaan yang
dilakukan semata-mata demi
mengawal kepentingan perusahaan dalam rangka menjangkau maksud dan
destinasi perusahaan. GCG ini adalah
suatu upaya yang dilaksanakan oleh seluruh pihak yang berkepentingan
dengan perusahaan guna menjalankan
usahanya secara baik cocok dengan
hak dan kewajibannya masing-masing.
Implementasi GCG
dalam sejumlah hal bisa diimplementasikan pada koperasi. Bagi itu, regulator, dalam urusan ini Kementerian Koperasi dan
UKM perlu mengenalkan secara
maksimal sebuah konsep GCG atau
tatakelola koperasi yang baik.
Implementasi GCG
perlu ditunjukkan untuk membina kultur dan kesadaran
pihak-pihak dalam koperasi guna senantiasa
menyadari tujuan dan tanggung
jawab sosialnya yakni mensejahterakan
anggotanya.
Dalam
mengimplementasikan GCG, koperasi Indonesia butuh meyakinkan sejumlah langkah strategis yang mencukupi dalam implementasi GCG.
Pertama, koperasi butuh meyakinkan
bahwa destinasi pendirian
koperasi benar-benar guna mensejahterakan
anggotanya. Pembangunan kesadaran akan
destinasi perlu diulas dalam
visi,misi dan program kerja yang sesuai. Pembangunan kesadaran akan menjangkau tujuan adalah modal penting untuk pengelolaan koperasi secara
profesional, amanah, dan akuntabel.
Hal fundamental yang sangat urgen dalam upaya
memajukan koperasi ialah dengan merekrut anggota yang
berkompeten dalam bidangnya. Tidak
melulu orang yang sebatas mau menjadi anggota tetapi orang-orang yang memiliki keterampilan dalam pengelolaan dan pengembangan
koperasi. Contohnya dengan menggali pemimpin
yang bisa memimpin dengan baik, lantas pengelolaan dipegang oleh
orang yang berkompeten dalam bidangnya masing-masing. Serta perlu diciptakan pelatihan untuk pengurus koperasi yang belum
berpengalaman.
Praktik-praktik
operasional yang tidak tidak efisien, berisi
kekurangan perlu dibenahi. Dominasi pengurus yang berlebihan dan tidak cocok dengan proporsinya perlu diberi batas dengan adanya ketentuan yang memblokir celah pembiasan
koperasi. Penyimpangan-penyimpangan yang rawan dilakukan ialah pemanfaatan kepentingan
koperasi guna kepentingan
pribadi, pembiasan pengelolaan
dana, maupun praktik-praktik KKN.
Dengan menyerahkan pelatihan terhadap keterampilan kerja semua karyawan yang di kerjakan secara rutin, diinginkan sistem
finansial dan birokrasi internal di dalam koperasi bisa teratasi.
Kurangnya sokongan yang diserahkan pemerintah dalam memajukan koperasi bisa menjadi penghambat berkembangnya
koperasi di Indonesia. Dukukan yang dibutuhkan untuk perkembangan koperasi contohnya ialah dari segi permodalan. Pemerintah dalam urusan ini mesti mengerjakan terobosan structural, maksudnya dilakukannya restrukturasi
dalam penguasaan faktor produksi,
terutama permodalan.
Menyediakan sarana
dan prasarana guna menunjang pekerjaan koperasi paling penting dilaksanakan untuk menunjang terlaksananya koperasi yang efektif.
Pemerintah mesti meluangkan apa
yang diperlukan oleh pengurus
anggota maupu pengelola supaya kegiatan
dalam koperasi tidak terhambat dan menjadikan koperasi tidak berkembang.
Penyuluhan masyarakat
disini bermanfaat untuk menimbulkan kesadaran masyarakat alangkah pentingnya koperasi,
maksudnya mesti memacu untuk masyarakat supaya mereka tahu alangkah pentingnya koperasi guna kehidupan mereka.
Hal ini dibutuhkan untuk mengekspose pekerjaan usahanya supaya dapat diketahui oleh
masyarakat umum laksana badan
usaha lainnya. Sehingga dengan teknik tersebut
masyarakat bakal lebih
termotivasi untuk menyusun koperasi
yang efisien.
Dekan
Fakultas Administrasi Bisnis universitas Nebraska Gaay Schwediman, berasumsi bahwa untuk peradaban koperasi maka manajemen
tradisional butuh diganti dengan
manajemen canggih yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
- Semua anggota diperlakukan secara adil,
- Didukung administrasi yang canggih,
- Koperasi yang kecil dan lemah bisa bergabung (merjer) supaya menjadi koperasi yang lebih powerful dan sehat,
- Pembuatan kepandaian dipusatkan pada sentra-sentra yang layak,
- Petugas pemasaran koperasi mesti mempunyai sifat agresif dengan menjemput bola tidak saja menunggu pembeli,
- Kebijakan penerimaan pegawai didasarkan atas kebutuhan, yakni yang terbaik guna kepentingan koperasi,
- Manajer tidak jarang kali memperhatikan faedah perencanaan dan masalah yang strategis,
- Memprioritaskan deviden tanpa melalaikan pelayanan yang baik untuk anggota dan pelanggan lainnya,
- Perhatian manajemen pada hal persaingan eksternal mesti sebanding dengan masalah internal dan mesti selalu mengerjakan konsultasi dengan pengurus dan pengawas,
- Keputusan usaha diciptakan menurut kepercayaan untuk menyimak kelangsungan organisasi dalam jangka panjang,
- Selalu memikirkan pembinaan dan promosi karyawan,
- Pendidikan anggota menjadi di antara program yang rutin guna dilaksanakan.
Dengan
cara-cara tersebut diinginkan dapat
memajukan koperasi sebagai di antara sektor
perekonomian di Indonesia yang
betul-betul dapat mensejahterakan rakyatnya. Di samping itu juga
diinginkan koperasi dapat
berlomba di perekonomian dunia. Dengan urusan itu pula paling diharapkan supaya koperasi di Indonesia bisa terus maju dan berkembang sebab koperasi ialah salah satu badan usaha yang menyediakan kemudahan untuk masyarakat kecil dan
menengah.
SUMBER REFERENSI:
Kusnadi, Herman. 2005. Ekonomi
Koperasi untuk Perguruan Tinggi. Edisi Kedua. Jakarta: Lembaga Penerbit
Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Sitio, Arifin dan Halomoan Samba. 2001. Koperasi
: Teori dan Praktik. Jakarta: Erlangga.
Partomo, Tiktik Sartika. 2009. Ekonomi Koperasi. Jakarta: Ghalia
Indonesia.
www.depkop.go.id