KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA (KPPU)
On Juli 16, 2019
NAMA : RAHMAT JATNIKA
NPM
: 24217894
KELAS : 2EB04
MATKUL : ASPEK HUKUM DALAM EKONOMI
(SOFTSKILL)
DOSEN : ENDANG SETYANINGSIH
KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA (KPPU)
Komisi Pengawas
Persaingan Usaha atau KPPU adalah lembaga independen yang dibentuk
untuk mengawasi pelaksanaan UU no. 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktik
Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. KPPU bertanggungjawab kepada
Presiden. Komisioner KPPU berjumlah 9 orang, diangkat oleh Presiden Indonesia berdasarkan hasil Dewan
Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. Saat ini KPPU diketuai oleh Kurnia Toha.
B.TUGAS DAN
WEWENANG KPPU
Tugas:
- melakukan penilaian terhadap perjanjian yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat sebagaimana diatur dalam Pasal 4 sampai dengan Pasal 16;
- melakukan penilaian terhadap kegiatan usaha dan atau tindakan pelaku usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat sebagaimana diatur dalam Pasal 17 sampai dengan Pasal 24;
- melakukan penilaian terhadap ada atau tidak adanya penyalahgunaan posisi dominan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat sebagaimana diatur dalam Pasal 25 sampai dengan Pasal 28;
- mengambil tindakan sesuai dengan wewenang Komisi sebagaimana diatur dalam Pasal 36;
- memberikan saran dan pertimbangan terhadap kebijakan Pemerintah yang berkaitan dengan praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat;
- menyusun pedoman dan atau publikasi yang berkaitan dengan Undang-undang ini;
- memberikan laporan secara berkala atas hasil kerja Komisi kepada Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat.
Wewenang:
- menerima laporan dari masyarakat dan atau dari pelaku usaha tentang dugaan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat;
- melakukan penelitian tentang dugaan adanya kegiatan usaha dan atau tindakan pelaku usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat;
- melakukan penyelidikan dan atau pemeriksaan terhadap kasus dugaan praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat yang dilaporkan oleh masyarakat atau oleh pelaku usaha atau yang ditemukan oleh Komisi sebagai hasil penelitiannya;
- menyimpulkan hasil penyelidikan dan atau pemeriksaan tentang ada atau tidak adanya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat;
- memanggil pelaku usaha yang diduga telah melakukan pelanggaran terhadap ketentuan undang-undang ini;
- memanggil dan menghadirkan saksi, saksi ahli, dan setiap orang yang dianggap mengetahuipelanggaran terhadap ketentuan undang-undang ini;
- meminta bantuan penyidik untuk menghadirkan pelaku usaha, saksi, saksi ahli, atau setiap orang sebagaimana dimaksud huruf e dan huruf f, yang tidak bersedia memenuhi panggilan Komisi;
- meminta keterangan dari instansi Pemerintah dalam kaitannya dengan penyelidikan dan atau pemeriksaan terhadap pelaku usaha yang melanggar ketentuan undang-undang ini;
- mendapatkan, meneliti, dan atau menilai surat, dokumen, atau alat bukti lain guna penyelidikan dan atau pemeriksaan;
- memutuskan dan menetapkan ada atau tidak adanya kerugian di pihak pelaku usaha lain atau masyarakat;
- memberitahukan putusan Komisi kepada pelaku usaha yang diduga melakukan praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat;
- menjatuhkan sanksi berupa tindakan administratif kepada pelaku usaha yang melanggar ketentuan Undang-undang ini.
C.LINGKUP
PENGAWASAN
- Oligopoli (Ps. 4)
- Penetapan Harga (Ps. 5-8)
- Pembagian Wilayah (Ps. 9)
- Pemboikotan (Ps. 10)
- Kartel (Ps. 11)
- Trust (Ps. 12)
- Oligopsoni (Ps. 13)
- Integrasi Vertikal (Ps. 14)
- Perjanjian Tertutup (Ps. 15)
- Perjanjian dengan Pihak Luar Negeri (Ps. 16)
Kegiatan yang dilarang
diantaranya yaitu:
- Monopoli (Ps. 17)
- Monopsoni (Ps. 18)
- Penguasaan Pasar (Ps. 19-21)
- Persekongkolan (Ps. 22-24)
- Posisi Dominan (Ps. 25-28)
D. ANGGOTA
KPPU-RI PERIODE 2018 –2023
- Dr. H. Afif Hasbullah, S.H., M.Hum.
- Dr. Drs. Chandra Setiawan, M.M., Ph.D.
- Dinni Melanie, S.H., M.E.
- Dr. Guntur Syahputra Saragih, M.S.M.
- Harry Agustanto, S.H., M.H.
- Kodrat Wibowo, S.E., Ph.D.
- Kurnia Toha, S.H., LL. M., Ph.D.
- Ukay Karyadi, S.E., M.E.
- Yudi Hidayat, S.E., M.Si.
E.HUKUM PERSAINGAN USAHA
F.PENTINGNYA HUKUM PERSAINGAN USAHA
1. Bahwa pembangunan bidang ekonomi
harus diarahkan kepada terwujudnya kesejahteraan rakyat berdasarkan Pancasila
dan Undang-Undang Dasar 1945;
2. Bahwa demokrasi dalam bidang
ekonomi menghendaki adanya kesempatan yang sama bagi setiap warga negara untuk
berpartisipasi dalam proses produksi dan pemasaran barang dan/atau jasa, dalam
iklim usaha yang sehat, efektif, dan efisien, sehingga dapat mendorong
pertumbuhan ekonomi dan bekerjanya ekonomi pasar yang wajar;
3. Bahwa setiap orang
yang berusaha di Indonesia harus berada dalam situasi persaingan yang sehat dan
wajar, sehingga tidak menimbulkan adanya pemusatan kekuatan ekonomi pada pelaku
usaha tertentu, dengan tidak terlepas dari kesepakatan yang telah dilaksanakan
oleh Negara Republik Indonesia terhadap perjanjian-perjanjian internasional.
Oleh karena itu, perlu disusun undang-undang tentang larangan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat yang dimaksudkan untuk menegakkan aturan hukum dan memberikan perlindungan yang sama bagi setiap pelaku usaha di dalam upaya untuk meneiptakan persaingan usaha yang sehat. Undang-undang ini memberikan jaminan kepastian hukum untuk lebih mendorong percepatan pembangunan ekonomi dalam upaya meningkatkan kesejahteraan umum, serta sebagai implementasi dari semangat dan jiwa Undang-Undang Dasar 1945. Dengan demikian kelahiran Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 dimaksudkan untuk memberikan jaminan kepastian hukum dan perlindungan yang sama kepada setiap pelaku usaha dalam berusaha, dengan cara mencegah timbulnya praktik-praktik monopoli dan/atau persaingan usaha yang tidak sehat lainnya dengan harapan dapat menciptakan iklim usaha yang kondusif, di mana setiap pelaku usaha dapat bersaing secara wajar dan sehat. Adapun beberapa tujuan diadakannya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 antara lain:
1.
Menjaga kepentingan umum dan meningkatkan efisiensi ekonomi nasional sebagai
salah satu upaya meningkatkan kesejahteraan rakyat.
2.
Mewujudkan iklim usaha yang kondusif melalui pengaturan persaingan usaha yang
sehat.
3.
Mencegah praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat yang
ditimbulkan oleh pelaku usaha.
4.
Berusaha menciptakan efektivitas dan efisiensi dalam kegiatan usaha.
Dampak positif lain dari Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 adalah terciptanya pasar yang tidak terdistorsi, sehingga menciptakan peluang usaha yang semakin besar bagi para pelaku usaha. Keadaan ini akan memaksa para pelaku usaha untuk lebih inovatif dalam menciptakan dan memasarkan produk (barang dan jasa) mereka. Jika hal ini tidak dilakukan, para konsumen akan beralih kepada produk yang lebih baik dan kompetitif. Ini berarti bahwa, secara tidak langsung Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 akan memberikan keuntungan bagi konsumen dalam bentuk produk yang lebih berkualitas, harga yang bersaing, dan pelayanan yang lebih baik. Namun perlu diingat bahwa Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 bukan merupakan ancaman bagi perusahaan-perusahaan besar yang telah berdiri sebelum undang-undang ini diundangkan, selama perusahaan-perusahaan tersebut tidak melakukan praktik-praktik yang dilarang oleh Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999.
Hal-hal yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 dapat dikelompokkan ke dalam 11 Bab dan dituangkan ke dalam 53 Pasal dan 26 Bagian, yang cakupan materi dan sistematikanya sebagai berikut.
NO.
|
BAB
|
PERIHAL/ISI/TENTANG/MATERI
|
PASAL
|
JUMLAH
|
1
|
I
|
Ketentuan dan Umum
|
1
|
1 pasal
|
2
|
II
|
Asas dan Tujuan
|
2 s.d. 3
|
2 pasal
|
3
|
III
|
Perjanjian yang Dilarang
|
4 s.d. 16
|
13 pasal
|
4
|
IV
|
Kegiatan yang Dilarang
|
17 s.d. 24
|
8 pasal
|
5
|
V
|
Posisi Dominan
|
25 s.d. 29
|
5 pasal
|
6
|
VI
|
Komisi Pengawas Persaingan Usaha
|
30 s.d. 37
|
8 pasal
|
7
|
VII
|
Tata Cara Penanganan Perkara
|
38 s.d. 46
|
9 pasal
|
8
|
VIII
|
Sanksi
|
47 s.d. 49
|
3 pasal
|
9
|
1X
|
Ketentuan Lain
|
50 s.d. 51
|
2 pasal
|
10
|
X
|
Ketentuan Peralihan
|
52
|
1 pasal
|
11
|
XI
|
Ketentuan Penutup
|
53
|
1 pasal
|
Jumlah
|
53
|
53 pasal
|
Di samping itu, Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1999 diperlengkapi pula dengan:
1. Penjelasan Umum; dan
2. Penjelasan Pasal Demi Pasal.
Dalam Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 dinyatakan bahwa secara umum, materi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 mengandung 6 bagian pengaturan yang terdiri atas:
1. Perjanjian yang Dilarang;
2. Kegiatan yang Dilarang;
3. Posisi Dominan;
4. Komisi Pengawas Persaingan Usaha;
5. Penegakan Hukum;
6. Ketentuan Lain-lain
H. PERJANJIAN, KEGIATAN DAN POSISI DOMINAN YANG
DILARANG DALAM HUKUM PERSAINGAN USAHA DI INDONESIA
1. Jenis-Jenis
Perjanjian yang Dilarang
Pasal 1 angka 7 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 mengartikan "perjanjian" adalah suatu perbuatan satu atau lebih pelaku usaha untuk mengikatkan diri terhadap satu atau lebih pelaku usaha lain dengan nama apapun, baik tertulis maupun tidak tertulis. Adapun jenis-jenis perjanjian yang dilarang oleh Undang-Undang
Antimonopoli diatur dalam pasal 4 sampai dengan pasal 16 sebagai berikut:
a.
Oligopoli (pasal 4);
b.
Penetapan harga (pasal 5);
c.
Diskriminasi harga dan diskon (pasal 6 sampai dengan pasal 8);
d.
Pembagian wilayah (pasal 9);
e.
Pemboikotan (pasal 10);
f.
Kartel (pasal 11);
g.
Trust (pasal 12);
h.
Oligopsoni (pasal 13);
i.
Integrasi vertikal (pasal14);
j.
Perjanjian tertutup (pasal 15); dan
k.
Perjanjian dengan luar negeri (pasal 16).
2. Jenis-Jenis Kegiatan yang Dilarang
Kegiatan adalah suatu aktivitas yang dilakukan oleh satu atau lebih pelaku usaha yang berkaitan dengan proses dalam menjalankan kegiatan usahanya. Adapun jenis-jenis kegiatan yang dilarang menurut Undang-Undang Antimonopoli adalah sebagai berikut:
a.
monopoli (Pasal 17);
b.
monopsoni (Pasal 18);
c.
penguasaan pasar (Pasal 19);
d.
dumping (Pasal 20);
e.
manipulasi biaya produksi (Pasal 21); dan
f.
persekongkolan (Pasal 22).
3. Posisi Dominan
Pengertian posisi dominan dikemukakan Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 yang menyatakan bahwa posisi dominan adalah keadaan di mana pelaku usaha tidak mempunyai pesaing yang berarti di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan pangsa pasar yang dikuasai, atau pelaku usaha mempunyai posisi tertinggi di antara pesaingnya di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan kemampuan keuangan, kemampuan akses pada pasokan atau penjualan, serta kemampuan untuk menyesuaikan pasokan atau permintaan barang atau jasa tertentu.
Lebih lanjut, dalam Pasal 25 ayat (2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 dinyatakan bahwa suatu pelaku usaha atau sekelompok pelaku usaha dianggap memiliki "posisi dominan" apabila:
a. satu pelaku usaha atau satu
kelompok pelaku usaha menguasai 50% (lima puluh persen) atau lebih pangsa pasar
atau jenis barang atau jasa tertentu; atau
b. dua atau tiga pelaku usaha atau
kelompok pelaku usaha menguasai 75% (tujuh puluh lima persen) atau lebih pangsa
pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.
Berdasarkan ketentuan Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 dapat diketahui bahwa posisi dominan yang dilarang dalam dunia usaha karena dapat menimbulkan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat dapat dibedakan menjadi 4 macam yakni:
a. kegiatan posisi dominan yang
bersifat umum (Pasal 25);
b. jabatan rangkap atau kepengurusan
terafiliasi (Pasal 26);
c. kepemilikan saham mayoritas atau
terafiliasi (Pasal 27);
d. penggabungan, peleburan, dan
pengambil-alihan perusahaan (Pasal 28 dan Pasal 29).
I. PENEGAKAN HUKUM PERSAINGAN USAHA OLEH
KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA (KPPU)
KPPU adalah sebuah lembaga yang bersifat independen, dimana dalam menangani, memutuskan atau melakukan penyelidikan suatu perkara tidak dapat dipengaruhi oleh pihak manapun, baik pemerintah maupun pihak lain yang memiliki conflict of interest, walaupun dalam pelaksanaan wewenang dan tugasnya bertanggung jawab kepada presiden. KPPU juga merupakan lembaga quasi judicial yang mempunyai wewenang eksekutorial terkait kasus-kasus persaingan usaha.
a) Tugas KPPU
Tugas Komisi Pengawas Persaingan Usaha telah diatur secara rinci dalam Pasal 35 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, yang kemudian diulangi dalam Pasal 4 Keputusan Presiden Nomor 75 Tahun 1999. Komisi Pengawas Persaingan Usaha ditugaskan melakukan penilaian terhadap perjanjian yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat, seperti perjanjian-perjanjian oligopoli, penerapan harga, pembagian wilayah, pemboikotan, kartel, trust, oligopsoni, integrasi vertikal, perjanjian tertutup, dan perjanjian dengan pihak luar negeri; melakukan penilaian terhadap kegiataan usaha dan/atau tindakan pelaku usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat, dan melakukan penilaian terhadap ada atau tidaknya penyalahgunaan posisi dominan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat, yang disebabkan penguasaan pasar yang berlebihan, jabatan rangkap, pemilikan saham dan penggabungan, peleburan dan pengambilalihan badan usaha atau saham.
Dalam hal terjadi pelanggaran terhadap Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, di mana pelaku usaha atau sekelompok pelaku usaha telah membuat perjanjian yang dilarang atau melakukan kegiatan yang terlarang atau menyalahgunakan posisi dominan, Komisi Pengawas Persaingan Usaha berwenang menjatuhkan sanksi berupa tindakan administratif dengan memerintahkan pembatalan atau penghentian perjanjian-perjanjian dan kegiatan-kegiatan usaha yang dilarang, serta penyalahgunaan posisi dominan yang dilakukan pelaku usaha atau sekelompok pelaku usaha tersebut. Tugas lain dari Komisi Pengawas Persaingan Usaha yang tidak kalah penting adalah memberikan saran dan pertimbangan terhadap kebijakan Pemerintah yang berkaitan dengan praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat dan menyusun pedoman dan/atau publikasi atau sosialisasi yang berkaitan dengan praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat.
b) Fungsi KPPU
Selain tugas dan wewenang yang telah diuraikan di atas, KPPU juga memiliki fungsi sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 5 Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 75 Tahun 1999 tentang Komisi Pengawas Persaingan Usaha. Fungsi tersebut antara lain sebagai berikut:
1)
Penilaian terhadap perjanjian, kegiatan usaha, dan penyalahgunaan posisi
dominan.
2)
Pengambilan tindakan sebagai pelaksanaan kewenangan.
3)
Pelaksanaan administratif.
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 lebih lanjut mengatur tata cara penanganan perkara penegakan hukum persaingan usaha pada Pasal 38 sampai dengan Pasal 46. Dalam menangani perkara penegakan hukum persaingan usaha, Komisi Pengawas Persaingan Usaha dapat melakukannya secara proaktif atau dapat menerima pengaduan atau laporan dari masyarakat. Pasal 40 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 menyatakan bahwa Komisi Pengawas Persaingan Usaha dapat melakukan pemeriksaan terhadap pelaku usaha apabila ada dugaan terjadi pelanggaran Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 ini walaupun tidak ada laporan, yang pemeriksaannya dilaksanakan sesuai tata cara sebagaimana diatur dalam Pasal 39. Sebelumnya, dalam Pasal 38 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 dinyatakan bahwa setiap orang yang mengetahui bahwa telah terjadi atau patut diduga telah terjadi pelanggaran terhadap Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 ini dapat melaporkannya secara tertulis kepada Komisi Pengawas Persaingan Usaha dengan keterangan yang jelas tentang telah terjadinya pelanggaran, dengan menyertakan identitas pelapor. Demikian pula pihak yang dirugikan sebagai akibat terjadinya pelanggaran terhadap Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 ini dapat melaporkan secara tertulis kepada Komisi Pengawas Persaingan Usaha dengan keterangan yang lengkap dan jelas tentang telah terjadinya pelanggaran serta kerugian yang ditimbulkan, dengan rnenyertakan identitas pelapor.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa bahan penyelidikan, pemeriksaan, dan/atau penelitian terhadap kasus dugaan praktik monopoli dan/atau persaingan usaha bisa berasal dari laporan atau pengaduan pihak-pihak yang dirugikan atau pelaku usaha; bahkan dari masyarakat atau setiap orang yang rnengetahui bahwa telah terjadi atau patut diduga telah terjadi pelanggaran Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999. Hal ini bisa disampaikan kepada Komisi Pengawas Persaingan Usaha atau berasal dari prakarsa Komisi Pengawas Persaingan Usaha. Sebagai jaminan atas diri pelapor, Pasal 38 ayat (2) UndangUndang Nomor 5 Tahun 1999 mewajibkan Komisi Pengawas Persaingan Usaha untuk merahasiakan identitas pelapor, terutama pelapor yang bukan pelaku usaha yang dirugikan.
Mengenai tata cara penanganan perkara atas dugaan pelanggaran Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 terdiri dari 7 tahapan, antara lain:
1.
Penelitian dan klarifikasi laporan, yang mencakup: penyampaian laporan,
kegiatan penelitian dan klarifikasi, hasil penelitian dan klarifikasi, dan
jangka waktu penelitian dan klarifikasi.
2.
Pemberkasan, yang mencakup: pemberkasan, kegiatan pemberkasan, hasil
pemberkasan, dan jangka waktu pemberkasan.
3.
Gelar laporan, yang mencakup: rapat gelar laporan, hasil gelar laporan, dan
jangka waktu gelar laporan.
4.
Pemeriksaaan pendahuluan, yang mencakup: tim pemeriksa pendahuluan, kegiatan
pemeriksaan pendahuluan, hasil pemeriksaan pendahuluan, jangka waktu
pemeriksaan pendahuluan, dan perubahan perilaku.
5.
Pemeriksaan lanjutan tim pemeriksa lanjutan, kegiatan pemeriksaan lanjutan,
hasil pemeriksaan lanjutan, dan jangka waktu pemeriksaan lanjutan.
6.
Sidang majelis komisi, yang mencakup: majelis komisi, sidang majelis komisi,
dan putusan komisi.
7.
Pelaksanaan putusan, yang mencakup: penyampaian petikan putusan, monitoring
pelaksanaan putusan.
K.CONTOH KASUS KPPU
Jakarta
(ANTARA News) – Pengamat ekonomi Faisal Basri mengatakan, adanya dugaan
permainan harga jual gas Blok Donggi-Senoro di Sulteng sangat mungkin timbul
karena pembeli gas yaitu Mitsubishi Corp, ikut juga dalam investasi kilang LNG.
“Kasus ini pantas diperiksa Komisi
Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). Kita tunggu saja kesimpulan KPPU itu,”
katanya kepada ANTARA di Jakarta, Senin.
Ia berharap, KPPU dapat mengungkap
kolusi tender dan bisa menghindari kerugian negara karena harga jual gas
Donggi-Senoro masih jauh dibawah harga pasaran.
Munculnya keputusan pemerintah untuk
menjual 75 persen hasil gas tersebut padahal di dalam negeri sendiri masih kekurangan
gas, semakin menunjukkan adanya tekanan dari pembeli untuk menjual gas lebih
banyak ke luar negeri dengan harga yang ternyata lebih murah.
“Pemerintah sebelumnya bertekad gas
Donggi Senoro sebagian besar untuk kebutuhan dalam negeri, tetapi keputusan
yang keluar sebaliknya,” katanya.
Ia menegaskan, Pemerintah harus berani
mengubah kebijakan itu menjadi 25 persen untuk pembeli dari luar negeri
sehingga 75 persen gas itu bisa dinikmati didalam negeri termasuk memenuhi
kebutuhan PLN yang bisa memperbanyak pembangkit listriknya.
“Dengan sumber gas, PLN akan lebih
efisien dan agar kenaikan Tarif Dasar Listrik (TDL) tidak setinggi sekarang,”
katanya.
Seperti diketahui, potensi kerugian
negara dari perjanjian jual beli gas (Gas Sales Agreement/GSA) Donggi Senoro
diprediksi mencapai Rp50 triliun dengan asumsi gas Senoro dijual dengan harga
minyak 44-45 dolar AS per barel.
Dengan rata-rata harga minyak saat ini
yang sebesar 45 dolar per barel, seharusnya harga gas Senoro bisa mencapai 5-6
dolar per mmbtu, sementara pada GSA tersebut harga gas hanya 2,8 dolar per
mmbtu
Sebelumnya anggota Majelis KPPU,
Tadjuddin mengungkapkan tender yang dimenangkan oleh Misubishi itu diduga
dilakukan secara tidak sehat karena saat itu Mitsubishi menawarkan harga yang
lebih mahal dari peserta lainnya.
“Mitsubisi menawarkan harga lebih
mahal, tapi malah jadi pemenang,”katanya.
Direktur Eksekutif Studi Sumber Daya
Alam Indonesia (IRES), Marwan Batubara mengatakan, pemerintah perlu menjalankan
prinsip-prinsip yang berlaku dalam proses pengadaan secara konsisten dan
objektif.
“Jika prinsip-prinsip tersebut
dilanggar dan menimbulkan kerugian negara triliunan rupiah, maka semua pihak
yang terlibat dalam proses tender harus diminta pertanggungjawabannya, termasuk
pihak pemerintah yang membiarkan terjadinya proses yang salah,” tegasnya.
Seperti telah diungkapkan sebelumnya,
disinyalir formulasi harga GSA antara PT Pertamina EP dengan DSLNG dan GSA PT
pertamina HE Tomori dan PT Medco HE Tomori dengan DSLNG yang ditandatangani
pada 22 Januari 2009 adalah menjadi sekitar 2.80 dolar/mscf pada harga JCC
minyak 44 dolar/bbl.
Atau dapat disetarakan dengan kisaran
2,75 dolar/MMBtu pada harga JCC minyak 44 dolar/bbl.
Harga itu lebih rendah daripada yang
sebelumnya telah ditulis di media massa yaitu sebesar 3.85 dolar/MMBtu pada
harga JCC minyak 44 dolar/bbl.
Sebelumnya, mantan Wakil Presiden M
Jusuf Kalla juga mengingatkan produksi gas blok Donggi-Senoro sebaiknya tidak
diekspor namun tetap diperuntukkan memenuhi kebutuhan dalam negeri karena keuntungannya
tiga kali lipat dibandingkan di ekspor.
Rencananya Desember 2010 ini, PT DSLNG
yakni konsorsium Pertamina, Mitsubishi Corp dan Medco E & P akan memulai
pembangunan kilang LNG di Senoro untuk mencapai target pengapalan gas pada
akhir 2013.
Cadangan gas di Senoro diperkirakan
sebesar 250 MMSCFD (million metric standard cubic feet per day/juta standar
kaki kubik gas per hari) dan 85 MMSCFD dari Blok Matindok.
Pertamina EP-PPGM direncakan akan
memasok 85 MMSCFD selama 15 tahun mulai 2014 ke kilang DSLNG.
Sementara JOB Pertamina-Medco E &
P Tomori Sulawesi akan memasok 250 MMSCFD dari Blok Senoro ke kilang.
Selanjutnya, DSLNG melakukan pemasaran yang sebagian besarnya untuk ekspor.(*)
(T.B013/B008/R009)
(T.B013/B008/R009)
SUMBER
REFERENSI:
Rachmadi Usman, Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia,
Hermansyah, Pokok-Pokok Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia